Teko Blirik sebagai Alat Semiotik untuk Representasi Pedesaan di Ruang Kafe Urban
Keywords:
Teko Blirik, Pedesaan, Semiotika, Roland BarthesAbstract
Fenomena kafe dan restoran urban yang mengadopsi konsep pedesaan sering memanfaatkan elemen tradisional sebagai strategi identitas, salah satunya teko blirik. Benda yang awalnya hanya alat saji teh ini dikaji sebagai simbol yang merepresentasikan suasana pedesaan dari perspektif pemilik kafe, restoran dan pengunjung. Penelitian ini bertujuan mengungkap makna tersembunyi di balik simbol tersebut menggunakan analisis semiotika Roland Barthes pada tiga tingkatan: denotasi, konotasi, dan mitos, dengan metode Focus Group Discussion (FGD) untuk menggali persepsi simbolik mendalam. Hasil menunjukkan bahwa makna teko blirik melampaui fungsinya sebagai wadah penyajian teh. Secara konotasi, ia membangkitkan kesan kesederhanaan, kehangatan, dan nuansa rumahan yang kental dengan suasana desa. Pada tingkat mitos, teko blirik dikonstruksi sebagai peninggalan masa lalu yang dikaitkan dengan kehidupan kakek-nenek di pedesaan, menciptakan ilusi autentisitas dan keaslian. Simbolisme ini tidak hanya berasal dari bentuk fisik, tetapi dari kemampuannya membangkitkan pengalaman visual dan memori kolektif tentang kehidupan yang lebih sederhana dan hangat. Melalui proses semiotik, teko blirik menjadi representasi kompleks yang menggabungkan batas antara fungsi praktis, emosi, dan narasi budaya, sekaligus menjadi alat konstruksi identitas dalam konteks urban yang menciptakan suasana pedesaan.
Downloads
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2025 Handayani Insani, R. Moch. Rizal Hafiyan, Ghia Tri Jayanti

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.





